LINIKATA.COM, PATI – Kuasa Hukum Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Nimerodin Gulo, menyebut pasal-pasal yang didakwakan pada Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto merupakan pasal sampah. Pasal itu sengaja jadi alat para penyidik di Polresta Pati untuk menjerat para aktivis.
“Sebagaimana kita ketahui sejak awal bahwa sebenarnya pasal-pasal yang didakwakan kepada Mas Botok dan Mas Teguh itu adalah pasal sampah. Sampah yang memang sengaja dibuat oleh penyidik,” tegasnya usai sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Pati, Rabu (24/12/2025).
Dalam kasus pemblokiran Jalur Pantura Pati-Rembang selama 15 menit itu, Botok dan Teguh dijerat pasal 192 ayat 1 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang pemblokiran jalan umum, atau pasal 160 juncto 55 ayat 1 ke 1 KUHP tentang penghasutan, dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Mereka juga dikenakan pasal 169 ayat 1 KUHP tentang ikut serta melakukan kejahatan dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Baca juga: Pesan Botok-Teguh Usai Sidang di PN Pati: “Demokrasi Tidak Harus Kriminalisasi”
Menurutnya, dengan penerapan pasal-pasal ini, polisi tengah melakukan pembodohan kepada publik. Tontonan pembodohan ini ternyata juga dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pati yang tidak bisa menjadi filter kedua.
“Jadi harusnya jaksa itu menjadi filter kedua terhadap pasal-pasal sampah ini. Ternyata itu juga tembus,” keluh Gulo.
Gulo menegaskan, penggunaan pasal 160 untuk menjerat Botok Cs itu tidak tepat karena pasal tersebut penghasutan. Padahal yang dilakukan aktivis AMPB bukan penghasutan terhadap kejahatan. Jika dianggap menghasut, itu bukan kejahatan tapi pelanggaran.
“Ini yang saya bilang bahwa harusnya teman-teman jaksa jangan menjadi corong dari penyidik yang sudah mempertontonkan pembodohan di depan publik,” katanya.
Baca juga: Seratusan Massa AMPB Kawal Sidang Perdana Botok Cs di PN Pati
Gulo juga mempertanyakan penggunaan pasal 192 tentang pemblokiran jalan umum. Jika mengacu prinsip-prinsip dalam hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, kejadiannya adalah di lalu lintas, harusnya pakai Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) Pasal 274.
Makanya, pihaknya berharap Majelis Hakim PN Pati yang mengadili perkara ini betul-betul melihat pasal tersebut sebagai pasal-pasal yang memang tidak layak diterapkan kepada Botok dan Teguh. Dia meminta majelis hakim benar-benar menjadi tempat mencari keadilan, tidak sekedar untuk menghakimi tetapi mengadili.
“Harapan satu-satunya adalah kita memohon kepada pengadilan untuk memberikan keadilan dalam perkara ini dan mengadili dengan cermat. Sehingga, akan menghasilkan prinsip-prinsip keadilan bagi semua rakyat yang mengalami kriminalisasi terhadap tindakan kepolisian,” tutup Gulo. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin














