LINIKATA.COM, SEMARANG – Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) mempertanyakan unsur tindak pidana dalam aksi warga Masyarakat Pati Bersatu (MPB) memblokir Jalur Pantura Pati-Rembang yang baru berlangsung 15 menit sebagai kejahatan.
Menurut anggota KAPI, Ricky Kristiatno, jika aksi tersebut sebagai tindakan kejahatan, maka apa bedanya dengan banjir rob di jalur pantura Demak-Semarang selama berhari-hari yang merugikan masyarakat.
“Padahal seharusnya kejahatan diartikan sebagai suatu perilaku penyimpangan sosial masyarakat yang keluar dari norma dan nilai sosial yang mengakibatkan kerugian di masyarakat,” kata dia dalam rilisnya, Kamis (6/11/2025).
Baca juga: Botok dan Teguh jadi Tersangka, Advokat: Itu Serangan Balik pada Demokrasi
Oleh karena itu, Ricky meminta kepada Presiden Prabowo untuk melindungi dan menegakkan Hak Asasi Manusia terutama kebebasan dan mengeluarkan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 DUHAM, Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945, Pasal 2 UU HAM dan aturan HAM lainnya.
KAPI mendesak Presiden Prabowo untuk memerintahkan Polda Jawa Tengah dan Polresta Pati untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Membebaskan Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto serta warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) yang ditangkap dan ditahan seketika;
- Memerintahkan untuk Aparat Penegak Hukum dan Lembaga-lembaga terkait untuk menyerap aspirasi masyarakat;
- Hentikan praktik Kill The Messenger terhadap warga yang menjadi juru bicara menyampaikan aspirasi masyarakat, seperti penetapan tersangka terhadap Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto.
Baca juga: Botok dan Teguh Terancam 15 Tahun Penjara, Dijerat Pasal Berlapis
Diketahui, Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto ditetapkan tersangka dalam kasus Pemblokiran Pantura Pati-Rembang, Jumat (31/10/2025). Aksi pemblokiran tersebut sebagai bentuk Kekecewaan karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Pati tidak memakzulkan Bupati Pati Sudewo.
Terhadap kedua tersangka tersebut, petugas menjerat dengan pasal 192 ayat (1) KUHP, pasal 160 KUHP, dan pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP dengan ancaman maksimal 6 hingga 15 tahun penjara. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin














