LINIKATA.COM, PATI – Konflik pengelolaan Limbah PT HWI di Batangan menyeret satu warga Desa Ketitangwetan, MN, menjadi tersangka kasus premanisme. Saat ini yang bersangkutan telah mengajukan praperadilan atas penetapan itu lewat kuasa hukumnya.
Kuasa Hukum MN, Hadi Winarto, menjelaskan, kasus ini bermula saat pengelolaan limbah PT HWI sudah diserahkan kepada BUMDes Desa Ketitangwetan dan Bumimulyo. Namun, CV Ningrum yang sebelumnya mengelola limbah, ternyata masih mengambilnya.
Pada 14 April 2025 lalu, saat dua truk CV Ningrum mengangkut limbah PT HWI, dua warga Desa Ketitangwetan pun memberhentikan dua truk tersebut. Namun salah satu truk masih nekat melaju. Salah satu warga pun berkata bakal membakar truk bila terus melaju.
Baca juga: Konflik Limbah PT HWI: Warga Ajukan Praperadilan Karena Anggap Penetapan Tersangka Cacat Hukum
“Tindakan klien kami berdasarkan perjanjian HWI dan desa kemudian CV Ningrum pengambil limbah dan disepakati warga yang berhak mengelola limbah. Tapi nyatanya CV Ningrum melakukan pengambilan lagi sehingga Kepala Desa Bumimulyo dan Ketitangwetan memerintahkan kalau ada yang membawa limbah tolong diberhentikan,” ungkap dia saat jumpa pers di Jahe Rempah Tempo Doeloe, Jumat (4/7/2025).
Ia menilai kliennya tak melakukan ancaman. Pasalnya, MN hanya menakut-nakuti dengan omongan tanpa adanya alat. Menurutnya, itu hanya permasalahan perdata murni, dan dipaksakan untuk jadi Pidana.
Selanjutnya, pada 16 April Pemilik CV Ningrum melaporkan kejadian tersebut pada Polresta Pati. Kemudian, MN dijemput dengan paksa pada esok harinya yakni pada 18 April, dan dia ditahan sampai pukul 21.00 WIB.
“Itu langsung diBAP, langsung gelar perkara pada hari itu juga, dan ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk penetapan yang kilat itu. Biasanya dalam waktu sebulan itu paling cepat penetapan tersangka,” beber dia.
Kuasa Hukum MN yang lain, Sugiharto menambahkan, karena menurutnya, penetapan tersangka itu cacat hukum, maka pihaknya mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka pada MN. Mengingat, MN langsung diperiksa tanpa adanya surat dari Polresta Pati terlebih dahulu.
“Di dalam perjalanan kronologi ada kejanggalan. Penangkapan klien kami tidak sesuai prosedur,” ujar Sugiharto.
Pihaknya makin heran, karena pada 3 Juli kemarin, kliennya ditahan pihak kepolisian. Padahal, sidang praperadilan telah digelar pada 3 Juli pagi, meskipun pihak penyidik tidak menghadiri sidang tersebut.
”Penangkapan tidak sesuai dengan Pasal 335, maka kami mengajukan praperadilan untuk menguji penyidik apakah penyidik itu benar atau tidak,” kata dia.
Baca juga: BKN Persoalkan Direktur RSUD Pati, Plt Sekda: Pengangkatannya Sah dan Sesuai UU
Dirinya juga mempertanyakan langkah Polresta Pati yang melakukan penahanan kliennya. Menurutnya, tidak ada unsur yang terpenuhi sehingga kliennya perlu ditahan.
”Penahan ini maksudnya apa. Apa takut melarikan diri, selama ini tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, barang bukti maka orang itu perang mulut. (Kasus) ancaman itu juga di bawah lima tahun tidak wajib ditahan,” pungkas dia. (Lk1)
Editor: Ahmad Muhlisin