LINIKATA.COM, PATI – Institut Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) merilis hasil survei kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 250 persen. Hasilnya, 98 persen warga Kabupaten Pati keberatan dengan kebijakan Bupati Pati Sudewo itu.
Dekan Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IPMAFA Pati, Umdatul Baroroh, menjelaskan, pihaknya menggelar survei pada 1 Juli hingga 15 Juli 2025 dengan metode kuesioner online kepada sejumlah masyarakat di 20 kecamatan.
Para responden kebanyakan warga dengan penghasilan rata-rata Rp2,5 juta per bulan. Sebanyak 62,6 persen lelaki dan 37,4 persen perempuan. Mereka berprofesi petani, karyawan, wiraswasta, hingga guru.
Baca juga: Hasil Bahtsul Masail LBM NU Pati: Kenaikan PBB-P2 250 Persen Harus Dikaji Ulang
”98 persen responden menyatakan bahwa kebijakan Bupati terkait kenaikan PBB tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat serta mengabaikan prinsip keadilan sosial,” ujar dia dalam rilisnya, Selasa (22/7/2025).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa rata-rata masyarakat Pati berada di tingkat perekonomian menengah ke bawah dengan gaji rata-rata di bawah UMR. Hal itu dapat dilihat dari hasil survei yang menyatakan 67 persen responden mengaku berpenghasilan di bawah Rp2,5 juta per bulan.
“Karena itu masyarakat merasa bahwa kenaikan drastis pajak PBB ini akan sangat memberatkan. Apalagi hari ini roda perekonomian justru melemah. Mereka meminta kebijakan Perbup No. 8 tahun 2025 tentang kenaikan PBB ini agar ditinjau ulang. Jika harus dinaikkan maka harus dilakukan secara bertahap,” tutur dia.
Dalam rilis hasil survei tersebut, Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam merekomendasikan beberapa poin penting kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati. Rekomendasi itu adalah, Pemkab perlu segera melakukan peninjauan dan evaluasi kenaikan PBB dan merevisi kebijakan PBB yang didasarkan pada prinsip keadilan distributif sesuai kondisi ekonomi masyarakat.
”Aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan dengan adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan secara tergesa-gesa tidak boleh diabaikan atau justru dianggap menentang kebijakan pemerintah. Apalagi dalam kondisi perekonomian yang melemah,” kata Umdatul.
Baca juga: Riyoso: Pemkab Pati Tak Bisa Turunkan PBB-P2, tapi Warga Bisa Ajukan Keringanan
Rekomendasi kedua, lanjut dia, Pemkab Pati membuka dialog publik dan konsultasi terbuka yang melibatkan masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Kemudian yang ketiga, meningkatkan transparansi dan komunikasi publik.
”(Keempat) Pemerintah perlu memberikan insentif, keringanan, atau penundaan pembayaran pajak untuk kelompok rentan seperti petani, buruh, dan masyarakat berpenghasilan rendah,” pungkas dia. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin