LINIKATA.COM, PATI – Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), Gunretno khawatir bila tambang di Pegunungan Kendeng tidak ditutup, bencana banjir dan tanah longsor di Pulau Sumatera terjadi di Kabupaten Pati. Maka dari itu, dia akan terus menolak keberadaan tambang di Pegunungan Kendeng.
”Di luar itu tentang kebencanaan. Jadi kalau kita tidak menolak tambang dari awal kejadian di Sumatera lebih dulu di Pati. Faktanya banyak pertanian yang tidak panen, kan,” katanya saat dihubungi awak media, Jumat (5/12/2025).
Rusaknya ekosistem di Pegunungan Kendeng dan pelaporan polisi membuat Gunretno semakin bersemangat menolak keberadaan tambang. Dia mengaku, akan terus berupaya melestarikan tanah kelahirannya itu.
Baca juga: Diperiksa Polda Jateng Sejam, Gunretno Dicecar 20 Pertanyaan
”Tetap menolak tambang legal maupun ilegal. Ini malah tambah semangat berupaya melestarikan Kendeng,” tutur dia.
Tokoh Sedulur Sikep (Samin) itu dilaporkan oleh Didik Setiyo Utomo pada awal November. Gunretno dituduh menghalang-halangi Kegiatan Usaha Pertambangan yang memiliki izin. Laporan tersebut bernomor LI/152/XI/RES.5.5./2025/Ditreskrimsus tertanggal 18 November 2025.
”Saya dianggap menghalang-halangi kegiatan tambang legal. Masalah tidak suka tambang, aku sudah dari dulu. Baik legal maupun ilegal itukan menggali dan tetap merusak,” ujarnya.
Menurutnya, tambang legal maupun ilegal sama-sama merusak. Tambang membuat Pegunungan Kendeng tidak bisa menyerap air secara maksimal. Akibatnya, sejumlah petani tidak bisa panen, dan yang lebih parah bisa menyebabkan banjir dan kekeringan.
”Kita bersuara bahwa karena tambang teman-teman petani tidak panen karena situasi banjir dan kekeringan menghantui kita di Kendeng. Maka saya berharap (tambang) itu untuk ditutup,” tutur dia.
Baca juga: Pelaporan Gunretno dalam Kasus Tambang di Pati Disebut Upaya Pembungkaman
Selain itu, lanjut dia, berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), wilayah Pegunungan Kendeng semestinya tidak ditambang lagi karena kerusakannya sudah parah.
”Isi rekomendasinya ditemukan kerusakan begitu besar dan tidak boleh ada izin yang keluar lagi. Itu tahun 2017 sampai 2019 itu sudah keluar. Lha, sedangkan izin (tambang) itu tahun 2023. Kenapa pemerintah mengeluarkan izin yang dilarang yang direkomendasikan tidak boleh. Dasarku menolak tambang itu,” beber dia. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin














