LINIKATA.COM, PATI – Produksi garam di Kabupaten Pati tahun ini dipastikan anjlok. Sampai Agustus 2025, jumlahnya baru mencapai 15.862 ton.
Pengelola Ekosistem Laut dan Perikanan pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pati, Triana Shinta Dewi, menjelaskan, pada tahun lalu, produksi garam di Bumi Mina Tani mencapai 324 ribu ton.
“Kalau tahun kemarin Mei sudah mulai produksi, tahun ini berbeda. Sampai Juli kemarin masih turun hujan, jadi baru ada data produksi di Juli dan Agustus. Mei dan Juni sama sekali belum ada,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Selasa (23/9/2025).
Baca juga: Pati Punya Pabrik Garam Industri, Bisa Jadi Solusi Tak Lagi Impor
Menurutnya, salah satu faktor yang membuat produksi garam turun adalah adanya kemarau basah. Meskipun sudah memasuki musim kemarau, hujan masih sering turun sehingga menghambat proses produksi garam.
“Untuk garam memang tidak ada target pasti, berbeda dengan retribusi TPI. Produksi sepenuhnya mengikuti kondisi alam. Karena itu, kami tidak bisa memastikan jumlah yang akan dicapai tahun ini,” lanjutnya.
Di wilayah pesisir Pati, khususnya di empat kecamatan, yakni Batangan, Juwana, Wedarijaksa, dan Trangkil, lahan biasanya dipakai ganda untuk produksi garam dan ikan. Hal ini membuat proses penggaraman semakin bergantung pada kondisi cuaca.
“Memang perkiraan dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), untuk tahun ini, kan tahun kemarau basah. Kemarin aja atau hari apa itu masih hujan juga kan, masih hujan teruslah, sedangkan di Pati kan tahu sendiri untuk produksi garam itu masih tergantung dari cuaca,” terangnya.
Baca juga: Cegah Rabies, 100 Kucing hingga Anjing di Pati Divaksin Gratis
Saat ini, lanjut dia, harga garam di tingkat petani cukup tinggi di kisaran Rp1.300 sampai Rp1.500. Harga garam ini bisa berubah sewaktu-waktu, bahkan dalam hitungan hari.
“Itu harga di tingkat petani, belum termasuk biaya angkut. Kalau sudah sampai ke pasar atau pengepul, harganya bisa lebih dari Rp1.500,” jelasnya. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin