LINIKATA.COM, PATI – Puluhan warga Talun yang tergabung dalam Solidaritas Warga Talun (Solgat) menggelar demonstrasi di Balai Desa setempat, Senin (1/9/2025). Mereka menuntut Pemerintah Desa (Pemdes) transparan dan akuntabel dalam menjalankan berbagai program.
Pantauan di lokasi, warga mulai berdatangan di depan balai desa sekitar pukul 9.30. Mereka membawa sound system dan beberapa tulisan untuk menyuarakan dugaan ketidakterbukaan dalam pengelolaan keuangan dan aset desa, serta masalah akuntabilitas.
Koordinator aksi Nasuka dan Moh Ibnu Abbas tampak bergantian menyampaikan orasi. Mereka membakar semangat massa yang berpanas-panasan di bawah terik matahari.
Baca juga: Warga Kayen Gelar Istigasah Doakan Sudewo Tak Lengser dari Bupati Pati
Salah satu Koordinator Aksi, Nasuka, lantas membacakan sembilan tuntutan di hadapan para pendemo yaitu Transparansi Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2025, Transparansi Penyewaan Tanah Aset Desa (Blok Cepit), Transparansi Pengelolaan Tanah Bengkok Mudinan, Penyelesaian Program PTSL Tahun 2018, Kejelasan Pengembalian Uang pendaftaran PTSL tahap 2 Tahun 2023.
Kemudian Kejelasan Biaya Perubahan SPPT (Tupi Pajak), Transparansi Pengelolaan BUMDes 2016–2024, Penunjukan Pj. Kades yang berintegritas, dan Pemdes Wajib Memasukkan 70 Persen Bengkok Kades ke PAD Tahun 2026.
“Kami menuntut keterbukaan dan penjelasan resmi terkait pengelolaan APBDes Tahun 2025, khususnya mengenai pencairan Dana Desa tahap pertama sebesar Rp500 juta, yang menurut informasi digunakan untuk peninggian Jembatan Blok Mudinan. Namun, hingga akhir Agustus 2025, belum ada progres pembangunan di lapangan. Kami menduga adanya penyimpangan, keterlambatan, atau bahkan ketidaktepatan penggunaan dana tersebut,” ungkapnya.
Baca juga: Dituding Provokator, 5 Inisiator Demo Pati Viral Dilaporkan Polisi
Menurut Nasuka, warga tidak menolak kehadiran Pj Kepala Desa. Namun, pihaknya menolak keras praktik penguasaan seluruh tanah bengkok desa oleh seorang penjabat yang hanya bersifat sementara dan tidak dipilih langsung oleh rakyat.
“Pj Kepala Desa hanya berhak menerima maksimal 30 persen dari total tanah bengkok kepala desa definitif. Sisanya wajib dilelang secara terbuka dan hasilnya dimanfaatkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD) untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan warga,” tegasnya. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin