LINIKATA.COM, PATI – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pati meminta Bupati Pati, Sudewo meminta maaf atas klaim sepihak persetujuan kebijakan 5 (lima) Hari Sekolah. Permintaan maaf secara terbuka juga harus disampaikan kepada masyarakat atas kebijakan yang tidak maslahat, bahkan menimbulkan mudarat.
Ketua PCNU Pati, KH Yusuf Hasyim, menegaskan, terkait kebijakan sekolah lima hari yang sempat diambil bupati, pihaknya telah memberikan masukan dengan membentuk tim kajian akademis dari berbagai sisi, mulai regulasi, psikologis, hingga sosial. Adapun kajian tersebut, intinya tidak serta merta menyetujui kebijakan tersebut karena mengancam keberadaan lembaga pendidikan keagamaan, yakni TPQ dan Madrasah Diniyah (Madin).
“Kami justru menekankan agar kebijakan lima hari itu dikaji ulang. Sekaligus menekankan penguatan pendidikan karakter yang terintegrasi antara sekolah umum dengan TPQ atau madin,” jelas dia dalam rilisnya, Minggu (10/8/2025).
Menanggapi permintaan ini, Bupati Pati, Sudewo langsung menyampaikan maaf kepada PCNU Pati dan masyarakat. Dia mengaku salah karena telah mengklaim PCNU Pati setuju dengan kebijakan lima hari sekolah.
“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada PCNU, kepada seluruh keluarga Nahdliyin (warga NU) atas kejadian ini,” tegas dia dalam rilisnya, Senin (11/8/2025).
Meski mengakui sebagai inisiator lima hari sekolah, tapi Sudewo membela diri bahwa keputusan menjalankan kebijakan itu bukan darinya, melainkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pati.
“Saya meluruskan, lima hari sekolah itu, mohon maaf, bukan kesalahan saya. Kesalahan internal pemerintahan saya, utamanya di Dinas Pendidikan,” bebernya.
Sudewo lantas menjelaskan kronologi keputusan kebijakan itu. Awalnya, Sudewo punya ide lima hari sekolah dan kemudian mengkonsultasikannya kepada PCNU Pati. Dia meminta masukan agar lima hari sekolah tidak mengganggu Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dan Madrasah Diniyah (Madin).
“Lantas PCNU memberi saran supaya ditindaklanjuti Dinas Pendidikan. Yang ditunjuk kalau gak salah dari Ipmafa, tapi ternyata saran itu tidak dijalankan Plt Kepala Dinas Pendidikan (Andrik Sulaksono),” sebutnya.
Sudewo mengaku baru mengetahui jika lima hari sekolah tak sesuai masukan dari PCNU Pati, sehingga pihaknya terlanjur menerapkan kebijakan tersebut dan akhirnya menuai protes.
“Saya baru tahu itu tidak dijalankan akhir-akhir ini karena pada saat saya mau menandatangani SK lima hari sekolah, saya tanya kepada Kepala Dinas Pendidikan, apakah draf ini sudah sesuai dengan masukan NU? Dia katakan sudah. Apakah tidak mengganggu TPQ dan Madin? Katanya tidak. Dan di bawah sudah paraf, makanya saya tanda tangan,” bebernya.
Sudewo menyebut awalnya dirinya mempertanyakan alasan santri bakal ikut aksi penolakan Pajak Bumi Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) pada 13 Agustus mendatang. Kemudian ia menanyakan hal tersebut kepada Ketua PCNU Pati.
“Dinamika terakhir ini saya curiga dan penasaran saya mau ikut demo kenaikan PBB-P2, salah saya dengan santri itu apa? saya terus telpon Pak Yusuf Ketua PCNU, Pak Yusuf menyampaikan bahwa masukan dari NU tidak diakomodir oleh dinas pendidikan. Dari sana saya tahu bahwa lima hari sekolah yang diberlakukan mengganggu TPQ dan Madin. Bahkan dipaksakan salatnya di sekolah. Bahkan sekolah yang tidak ada masjidnya, harus salat di sekolah,” ungkapnya.
Ia pun mengaku langsung menegur Plt Kepala Disdikbud Pati. Pasalnya, kebijakan lima hari sekolah tak sesuai masukan dari PCNU Pati yang dianggap mengganggu TPQ dan Madin.
“Saya langsung menegur dinas pendidikan kenapa kau tidak ngomong apa adanya bahwa draft itu tidak sesuai masukan PCNU. Dengan itu saya mengubah mengembalikan ke enam hari sekolah. Karena tidak boleh lima hari sekolah mengganggu TPQ dan Madin,” sebut Sudewo. (LK1)
Editor: Ahmad Muhlisin